Gendang Guro-guro Aron adalah salah satu
kesenian tradisional masyarakat
Karo yang berasal dari
Datarang Tinggi Karo],
Sumatera Utara,
Indonesia yang sering diadakan saat pesta-pesta adat dan acara syukuran seusai
panen. Seni tradisional ini digelar sebagai ungkapan rasa syukur kepada
Yang Maha Kuasa (menurut
kepercayaan
masing-masing) atas kecukupan rezeki atau hasil panen yang berlimpah
atau pun juga perayaan atas kegembiraan yang dirasakan. Pada
Gendang Guro-guro Aron tersebut masyarakat karo bernyanyi dan menari bersukaria, yang biasanya dilakukan sepanjang malam, dibawah cahaya
bulan purnama.
Tata acara
Penyanyi terdiri dari pria dan wanita (sepasang) yang disebut
perkolong-kolong. Biduan ini mengenakan
pakaian adat karo
dan biasanya memiliki suara yang enak didengar serta pintar saling
beradu pantun atau "ejekan" dalam konteks halus dan canda. Lagu-lagu
yang dinyanyikan disesuaikan dengan acara yang telah tertata oleh
kelaziman yang ada. Lagu pertama biasanya adalah lagu "
Pemasu-masun" dengan
lirik men
doakan
agar segenap masyarakat yang ada pada acara tersebut diberikan
kelimpahan rahmat, rezeki, kesehatan dan umur panjang serta kedamaian
dari Yang Maha Kuasa. Sembari biduan bernyanyi ; semua panitia dan tamu
undangan diajak menari di atas panggung. Lagu pembukaan bernada
sentimentil ini diringi
serunai,
penganak,
gong dan
anak gung (semacam gamelan) membuat suasana menjadi khidmat dan syahdu. Seusai lagu "
Pemasu-masun Simalungun Rakyat", selanjutnya biduan menyanyikan lagu-lagu permintaan yang diikuti dengan tarian dari masing-masing "
marga" (
pam) yang hadir. Para penari harus berpasangan dengan istrinya atau jika belum menikah berpasangan dengan impal (
pariban)nya. Kesempatan ini biasanya digunakan muda-mudi untuk berkenalan atau lebih mengintensifkan perkenalan yang telah dijalin.
Setelah semua marga (ada lima marga dalam masyarakat Karo),
panitia,
petugas keamanan
dan kelompok-kelompok lain yang ada pada acara usai mendapat giliran
menari maka kedua biduan diadu bernyanyi dengan saling membalas pantun
atau "ejekan" sambil mengerahkan kemampuan menari yang dimiliki. Adegan
ini biasanya diadakan menjelang
tengah malam, yang merupakan puncak acara.
Gendang Guro-guro Aron sejak dahulu juga sering dimanfaatkan oleh para
penguasa (pemimpin/tokoh adat) masyarakat Karo untuk menyampaikan pesan-pesan, biasanya pesan
perdamaian dan
semangat kerja
kepada masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya lagu-lagu Karo
yang tercipta dengan nada riang penuh semangat mengajak masyarakat
bekerja keras . Pada masa
revolusi seni tradisional ini dijadikan pula sebagai penggelora semangat perjuangan
kemerdekaan. Hal ini tercermin dari lagu-lagu perjuangan yang bernada heroik.
Pada masa
Orde Baru, kesenian interaktif ini dimanfaatkan oleh
partai politik di Indonesia sebagai media untuk
kampanye politik.
Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan cara
orasi pada saat-saat jeda lagu; penyampaian
jargon-jargon dan himbauan oleh
pembawa acara dan
Perkolong-kolong serta melalui lagu-lagu yang dinyanyikan.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Gendang_guro-guro_aron